Total Pageviews

Tuesday 29 October 2013

MENYEDIAKAN PENGALAMAN BELAJAR YANG BERAGAM

A Pengalaman Mental
Beberapa bentuk pengalaman mental dapat diperoleh antara lain melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, mendengarkan berita radio, melakukan perenungan, menonton televisi atau film. Pada pengalaman
belajar melalui pengalaman mental, biasanya siswa hanya memperoleh informasi melalui indera dengar dan lihat. Ditinjau dari tingkat perkembangan anak, pengalaman belajar melalui indera dengar lebih sulit daripada melalui indera lihat karena melalui indera dengar diperlukan kemampuan abstraksi dan konsentrasi penuh.

B Pengalaman Fisik
Pengalaman belajar jenis ini meliputi kegiatan pengamatan, percobaan, penelitian, kunjungan, karya wisata/study tour, pembuatan buku harian, dan beberapa bentuk kegiatan praktis lainnya. Lazimnya, siswa dapat memanfaatkan seluruh inderanya ketika menggali informasi melalui pengalaman fisik.

C Pengalaman Sosial
Beberapa bentuk pengalaman sosial yang dapat dilakukan antara lain:
melakukan wawancara dengan tokoh, bermain peran, berdiskusi, bekerja bakti, melakukan bazar, pameran, jual beli, pengumpulan dana untuk bencana alam, atau ikut arisan. Pengalaman belajar ini akan lebih bermanfaat kalau masing-masing siswa diberi peluang untuk berinteraksi satu sama lain: bertanya, menjawab, berkomentar, mempertanyakan jawaban, mendemonstrasikan, dan sebagainya.

Mengingat belajar merupakan proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri, maka kegiatan pembelajaran hendaknya mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berbuat,
berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru. Suasana belajar yang disediakan guru hendaknya memberikan peluang kepada siswa untuk melibatkan mental secara aktif
melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya/mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis,mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya. Guru
hendaknya tidak memberikan bantuan secara dini dan hendaknya selalu menghargai usaha siswa meskipun hasilnya belum sempurna. Selain itu, guru perlu mendorong siswa supaya siswa berbuat/berpikir lebih baik,
misalnya melalui pengajuan pertanyaan menantang yang ‘menggelitik’ sikap ingin tahu dan sikap kreativitas siswa. Dengan cara ini, guru selalu mengupayakan agar siswa terlatih dan terbiasa menjadi pelajar sepanjang
hayat. Beberapa strategi dan metode pengajaran perlu memprioritaskan situasi nyata. Kalau sulit menyediakan situasi nyata, baru menyediakan alternatif di bawahnya seperti situasi buatan, atau alat audio-visual, atau alat visual, dan cara dengan pola audio (ceramah baru dipilih setelah keempat cara ini tidak mungkin disediakan).

Dari sudut pandang kekongkritan (non-verbal) dan keabstrakan (verbal), pengalaman belajar dapat diklasifikasikan menjadi situasi nyata, situasi buatan, dan situasi dengar dan lihat (audio-visual)

• Situasi Nyata
Kalau guru ingin meningkatkan pemahaman siswa tentang liku-liku sidang tahunan MPR khususnya tentang cara MPR membuat keputusan atau cara MPR menilai pidato pertanggungjawaban presiden, maka
siswa perlu dibawa ke gedung MPR untuk mengamati secara langsung sidang MPR. Beberapa kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan praktis akan lebih efektif kalau dilaksanakan dengan menghadirkan
atau mendatangi situasi dan peristiwa nyata. Cara ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok: situasi nyata, yakni siswa terlibat langsung dan situasi nyata yang siswa hanya sebagai pengamat dan tidak terlibat
langsung.

• Situasi Buatan
Tentu saja, guru tidak selalu mampu menyediakan situasi nyata. Sekolah sekolah di luar Jakarta dan atau yang jauh dari Jakarta tentu akan sulit menghadiri sidang tahunan MPR. Dengan demikian, peningkatan
pemahaman siswa tentang cara MPR membuat keputusan, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membuat situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti ruang
sidang MPR, siswa-siswa berperan sebagai anggota MPR, dan beberapa di antaranya berperan sebagai ketua dan wakil ketua MPR. Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung.

• Audio-Visual
Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film). Tentu saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa. Pencapaian kompetensi tentang sikap (attitude) seperti pada mata pengajaran Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama, akan sangat membantu kalau dikemas dalam suatu cerita tayangan hidup yang menyentuh dimensi emosi dan perasaan.

• Visualisasi Verbal
Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/lembar kerja, carta, grafik, tabel. Pada beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut.

• Audio Verbal
Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini adalah ada sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perlu berceramah cukup antara 20 - 25 menit saja dan diselingi dengan kegiatan yang mendorong Lihat, Raba, Bau, Rasa. Materi yang diceramahkan pun perlu kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa.

Beberapa contoh pengalaman belajar yang mungkin dipilih guru untuk beberapa mata pelajaran meliputi antara lain;
1. Menggubah syair lagu dan bernyanyi
2. Melakukan Permainan
3. Bermain peran
4. Diskusi (bertanya, menjawab, berkomentar, mendengar penjelasan, menyanggah)
5. Menggambar dan mengarang
6. Menulis prosa, puisi, pantun, gurindam
7. Membaca bermakna
8. Menyimak untuk menangkap gagasan pokok
9. Mengisi teka-teki
10. Mengajukan pertanyaan penelitian
11. Mengajukan pendapat dengan alasan yang logis
12. Mengomentari
13. Bercerita
14. Mendengarkan cerita
15. Mengamati persamaan dan perbedaan untuk mencari ciri benda
16. Mendengarkan penjelasan sambil membuat catatan penting
17. Membuat rangkuman/sinopsis
18. Mendemonstrasikan hasil temuan
19. Mencari pemecahan soal-soal Matematika
20. Membuat soal cerita
21. Mengukur panjang, berat, suhu
22. Merencanakan dan melakukan percobaan
23. Merencanakan dan melakukan penelitian sederhana
24. Membuat buku harian
25. Membuat kamus
26. Melakukan simulasi dengan komputer
27. Mengelompokkan sambil mengidentifikasi (mengenali ciri) benda
28. Mengumpulkan dan mengoleksi benda dengan karakteristiknya
29. Membuat komik
30. Membuat ramalan dan berekstrapolasi
31. Membuat grafik
32. Membuat diagram
33. Membuat chart atau grafik
34. Membuat jurnal
35. Menyiapkan dan melaksanakan pameran
36. Menggunakan alat (alat ukur, alat potong, alat tulis)
37. Praktek ibadah
38. Praktek menjadi khatib atau pendeta
39. Praktek berceramah
40. Praktek budi pekerti
41. Membuat poster
42. Membuat model (seperti kotak, silinder, kubus, segitiga, lingkaran)
43. Menata pajangan
44. Menata buku perpustakaan
45. Membuat daftar pertanyaan untuk wawancara
46. Melakukan wawancara
47. Membuat denah
48. Membuat catatan hasil penjelasan/hasil pengamatan
49. Membaca kamus
50. Mencari informasi dari ensiklopedia
51. Melakukan musyawarah
52. Mengunjungi dan menemukan alamat situs website
53. Bernegosiasi
54. Mendiskusikan wacana dari media cetak/media elektronik
55. Membuat cergam
56. Membuat resensi buku
57. Mengkritisi suatu artikel
58. Mengkaji pola tulisan suatu artikel
59. Menulis artikel ilmiah popular
60. Membuat kamus
61. Membuat ensiklopedia
62. dapat ditambahkan sejumlah kegiatan lain yang mengerahkan keterampilan berpikir dan mengaplikasikan pengetahuan yang sudah diketahui
63. ..................................

Thursday 17 October 2013

Pengalaman Mental

Beberapa bentuk pengalaman mental dapat diperoleh antara lain melalui membaca buku, mendengarkan ceramah, mendengarkan berita radio, melakukan perenungan, menonton televisi atau film. Pada pengalaman
belajar melalui pengalaman mental, biasanya siswa hanya memperoleh informasi melalui indera dengar dan lihat. Ditinjau dari tingkat perkembangan anak, pengalaman belajar melalui indera dengar lebih
sulit daripada melalui indera lihat karena melalui indera dengar diperlukan kemampuan abstraksi dan konsentrasi penuh.

Saturday 12 October 2013

MENYEDIAKAN PENGALAMAN BELAJAR YANG BERAGAM

Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang lain/guru menjelaskan. Mengenal bahwa ada perbedaan susunan tulang daun tumbuhan berakar serabut dengan tumbuhan yang berakar tunggang akan lebih mantap bila siswa secara langsung mengamati daun-daun dari kedua jenis tumbuhan itu daripada mendengarkan penjelasan guru tentang hal itu. Membangun pemahaman dari pengamatan langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru, apalagi bila siswa masih berada pada tingkat berpikir konkret.

Pada dasarnya, semua anak memiliki potensi untuk mencapai kompetensi. Kalau sampai mereka tidak mencapai kompetensi, bukan lantaran mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu tetapi lebih banyak akibat mereka tidak disediakan pengalaman belajar yang relevan dengan keunikan masingmasing karakteristik individual. Meskipun anak itu unik karena memiliki keragaman karakteristik, mereka memiliki kesamaan karena sama-sama memiliki: sikap ingin tahu (curiosity), sikap kreatif (creativity), sikap sebagai
pelajar aktif (active learner), dan sikap sebagai seorang pengambil keputusan (decision maker). Kita belajar hanya 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika mengajar dengan banyak berceramah, maka tingkat pemahaman siswa hanya 20%. Tetapi sebaliknya, jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil melaporkannya, tingkat pemahaman siswa dapat mencapai sekitar 90%.


 “Apa yang harus dilakukan siswa?”. Jika tidak mungkin, bergerak ke atas, “Apa yang harus dijelaskan siswa?”. Demikian seterusnya, yang akhirnya dengan sangat terpaksa, kita merencanakan, “Apa yang harus didengarkan atau dibaca siswa?”

Ketika guru berceramah, apakah semua siswa dalam kelas memperoleh pengalaman belajar. Secara umum, mungkin hanya sebagian siswa yang memperoleh pengalaman belajar. Sebagian siswa yang lain tentu tidak
memperoleh pengalaman belajar. Supaya semua siswa mengalami perisitiwa belajar, guru perlu menyediakan beragam pengalaman belajar.