Total Pageviews

Tuesday, 13 August 2013

HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN



HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN

A.  PENGERTIAN HAKIKAT MANUSIA

Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri. Manusia memiliki daya psikis cipta, rasa dan karsa yang memungkinkan ia untuk mengenal dunia sekelilingnya dan lebih dari itu, mengenal dirinya sendiri.
Dengan daya-daya psikisnya, manusia mampu menghadapi setiap persoalan kehidupannya. Apakah persoalan yang bersangkutan dengan diri sendiri, orang lain secara individual dan sosial, yang bersangkutan dengan alamnya, ataukah bersangkutan dengan Sang Penciptanya.
Dalam kehidupan yang riil manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya, bahkan pengetahuan tentang manusia pun bersifat ragam sesuai pendekatan dan sudut pandang terhadap manusia. Namun demikian, dibalik keanekaragamannya itu terdapat beberapa hal yang menunjukkan kesamaan di antara semua manusia, bahwa semua manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, merupakan kesatuan badan dan ruh, merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial, makhluk berbudaya, dan makhluk beragama.
Berbagai kesamaan tersebut di atas, disebut pula sebagai hakikat manusia. Kesamaan tersebut merupakan karakterisrik esensial manusia yang menyebabkan manusia mempunyai martabat khusus sebagai manusia. Jadi, hakikat manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” manusia.
B.  ASPEK-ASPEK HAKIKAT MANUSIA
1.    Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri (Self-awareness).  Dengan kesadaran dan penyadaran dirinya ini, manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan daya cipta, rasa dan karsanya untuk memahami eksistensinya, dari mana sesungguhnya segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, dan kemana tujuan kehidupan ini.
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial, susila, dan religius harus dikembangkan secara seimbang, selaras, dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika ada diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik. Guna meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik pendidikan yang formal, informal maupun nonformal.
Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Tuhan. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa perbedaan antara satu dengan lainya. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia.


2.    Manusia sebagai Kesatuan Badan-Ruh
Badan manusia terbentuk dari unsur-unsur tanah bumi. Jiwa terbentuk karena sebagian ruh Tuhan ditiupkan ke badan. Ruh adalah “sebagian” dari sifat-sifat ketuhanan. Walaupun manusia adalah bagian dari alam semesta, tetapi manusia berbeda dari alam itu sendiri. Manusia memiliki jiwa dan ruh.
Ruh adalah substansi yang kualitasnya tidak berubah-ubah. Sedangkan jiwa adalah substansi yang kualitasnya dapat berubah-ubah, dapat menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk.
Dalam ilmu kedokteran, jiwa disebut sebagai bioplasma atau tubuh energial dan perilaku dan karakteristiknya dapat dipelajari, bisa disembuhkan ketika sedang sakit, bisa diukur dengan parameter-parameter tertentu. Sementara ruh adalah substansi yang misterius dan sulit diukur, yang berada di balik badan dan jiwa sekaligus.
Berdasarkan hal tersebut di atas, esensi diri manusia adalah jiwanya, jiwa memiliki kedudukan lebih tinggi daripada badan. Dalam hubungannya dengan badan, jiwa berperan sebagai pemimpin badan, jiwalah yang mempengaruhi badan karena itu badan mempunyai ketergantungan kepada jiwa. Jiwa adalah asas primer yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memiliki daya.
Meski manusia merupakan perpaduan dua unsur yang berbeda, ruh dan badan, namun ia merupakan pribadi yang integral, artinya manusia itu kesatuan badani-rohani. Sebagai kesatuan badan-rohani, manusia hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan dirinya dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan, insting, nafsu serta, mempunyai tujuan. Selain itu, manusia mempunyai potensi untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan dan potensi untuk berbuat baik atau sebaliknya. Adapun dalam eksistensinya manusia memiliki aspek individualitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan dan keberagamaan. Implikasinya maka manusia itu berinteraksi atau berkomunikasi, memiliki historitas dan dinamika.

3.    Manusia sebagai Makhluk Individu
Manusia menyadari keberadaan dirinya sendiri. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek yang otonom. Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara aspek badania dan rohaniahnya. Manusia bukan hanya badan, sebaliknya bukan hanya roh.
Manusia individu adalah Subyek yang mengalami kondisi manusia. Ini dikaitkan dengan lingkungannya melalui indera mereka dan dengan masyarakat melalui kepribadian mereka, jenis kelamin mereka serta status sosial. Selama kehidupannya, ia berhasil melalui tahap bayi, kanak-kanak, remaja, kematangan dan usia lanjut. Deklarasi universal untuk hak asasi diadakan untuk melindungi hak masing-masing individu.
Walaupun manusia adalah makhluk individu, manusia itu adalah makhluk yang bergantung kepada suatu yang lain (Tuhan), sehingga mendasarkan diri sendiri atas salah satu kepercayaan atau agama.
Sebagai makhluk individu, manusia memiliki harga diri dan unik, artinya berbeda dengan setiap orang lain dalam segala hal dan tidak dapat ditukar dengan harga diri orang lain, sekalipun dengan orang yang lebih tinggi status sosialnya.

4.     
C.   
Mustofa, Agus. 2007. Bersyahadat di dalam Rahim. Jakarta: Padma.
Suhartono, Suparlan. 2003. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Wahyuddin, Dinn. Dkk., 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

0 comments:

Post a Comment