PEMBELAJARAN
BAHASA INGGRIS
MELALUI COMMUNITY LANGUAGE LEARNING
Ahmad Juanda, S.Pd., M.Pd.
Guru SMA Negeri 1 Galesong Selatan
A.
Pendahuluan
Community Language Learnign (CLL), tumbuh dari suatu ide untuk menerapkan konsep psikoterapi dalam
pengajaran bahasa. Dari berbagai hasil penelitian dilaporkan bahwa pendekatan
ini telah mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan
pengajaran yang konvensional.
Para ahli pendekatan ini
beranggapan bahwa pada waktu seseorang terjun ke dalam suatu arena yang baru
seperti proses belajar bahasa Inggris dia sebagai manusia dikodrati dengan
berbagai ciri manusiawi pada umumnya. Dalam lingkungan yang baru di mana dia
merasa asing, dia dihinggapi oleh rasa tak aman (insecurity), rasa keterancaman (threat),
rasa ketidakmenentuan (anxiety),
konflik dan berbagai perasaan lain yang secara tak tersadari menghalang-halangi
dia untuk maju.
Tugas utama seorang guru, yang
dalam pendekatan ini disebut dengan istilah konselor, adalah
menghilangkan atau paling tidak mengurangi segala perasaan negatif para
siswanya. Seorang guru dituntut untuk memiliki sikap yang fasilitatif, baik
dalam menularkan pengetahuannya maupun dalam menolong para siswa maju dari satu
tahap ke tahap yang lain. Sikap ramah-tamah, penuh pengertian, mengiakan, dan
mendukung merupakan kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap guru.
Dalam tulisan ini, penulis
memaparkan model pembelajaran berdasarkan pendekatan atau metode community language learning dengan
harapan memperkaya wawasan pembaca terutama guru bahasa Inggris sehingga dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris yang pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Community Language Learning
Prinsip dasar CLL adalah guru mengganggap siswanya sebagai ―whole person/
pribadi menyeluruh. Whole-person learning maksudnya adalah guru tidak hanya
mempertimbangkan perasaan dan kepandaian siswa, tetapi juga mempunyai pemahaman
tentang perasaan siswa, reaksi fisik, reaksi protektif instingtif, dan
keinginan untuk belajar.
Dalam pendekatan ini, ada enam
konsep yang diperlukan untuk menumbuhkan ”Learning”.
Enam konsep ini dicakup dalam satu singkatan, SARD, yang kepanjangannya adalah Security, Attention-Aggression,
Retention-Reflection, dan Discrimination.
Security adalah rasa
aman pada diri siswa, yang dalam pendekatan ini disebut dengan istilah klien,
maupun pada diri guru. Rasa aman bisa ditemukan apabila rekan sekelas beserta
konselornya menunjukkan sikap kegotongroyongan dan memberikan kepercayaan
kepadanya.
Attention-Aggression
adalah mencari keseimbangan antara guru dalam membina perhatian dan siswa dalam
berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Retention dan reflection adalah proses pencerminan
diri untuk mengetahui sampai sejauh mana para siswa telah menguasai materi
pelajaran dan masalah-masalah apa yang timbul dalam proses pembelajaran. Dalam
hal ini ada dua macam refleksi, yaitu refleksi teks dan refleksi pengalaman.
Kedua proses refleksi ini dilakukan pada tiap akhir pembelajaran.
Dalam refleksi teks para siswa
mendengarkan kembali percakapan yang telah mereka lakukan beberapa menit atau
jam sebelumnya untuk merenungkan dan mencamkan kembali arti dan signifikan dari
kalimat maupun frase yang telah mereka buat.
Refleksi pengalaman
dimaksudkan untuk mengeluarkan dari lubuk hati segala permasalahan psikologis
yang dialami tiap siswa selama kelas sebelumnya berlangsung. Dalam pertemuan
seperti ini guru dituntut untuk bisa memberikan bimbingan dan pengarahan
psikologis yang akan membawa siswa ke arah yang positif.
Discrimination adalah
tahap dimana kesalahan-kesalahan ucapan, ungkapan, maupun sintaksis tidak perlu
dipermasalahkan yang terpenting terjadi komunikasi dimana pendengar dapat
memahami maksud dari pembicara.
Tujuan penggunaan metode ini agar siswa belajar bagaimana menggunakan
bahasa target secara komunikatif. Siswa juga belajar bagaimana belajar sendiri
dan bertanggung jawab untuk hal ini, dan belajar bagaimana belajar bersama
orang lain. Peran utama guru adalah sebagai konselor, artinya guru mengenali
bagaimana ancaman situasi belajar yang baru dapat terjadi pada siswa, sehingga
guru dapat memahami dan memberi dukungan untuk siswanya dalam usahanya
menguasai bahasa.
C. Tahap-Tahap Penguasaan CLL
Ada lima tahap penguasaan
dalam pendekatan CLL, yakni Embryonic
Stage, Self-Assertion Stage, Birth Stage, Reversal Stage, dan Independent Stage.
Embryonic Stage
adalah suatu tahap di mana ketergantungan siswa pada gurunya sangat besar. Pada
tahap ini, guru bertugas menghilangkan atau mengurangi perasaaan-perasaan
negatif siswa dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan yang layak. Guru
menjelaskan aktivitas apa yang diharapkan dan memberi waktu kepada siswa untuk
merefleksikan dirinya mengenai pengalamannya.
Self-Assertion Stage adalah
tahap di mana siswa telah memperoleh dukungan moral dari rekan sekelasnya untuk
bersama-sama memakai bahasa Inggris dan menemukan identitas sebagai penutur
bahasa itu. Pada tahap ini siswa telah mulai berani sedikit-sedikit melepaskan
diri dari gurunya dan memakai bahasa Inggris langsung dengan teman-teman
lainnya.
Birth Stage adalah
tahap di mana siswa secara bertahap mulai mengurangi pemakaian bahasa ibunya.
Dia telah mulai merasakan kebiasaan dia dalam memakai bahasa Inggris dan hal
ini menimbulkan adanya rasa aman di antara sesama mereka.
Reversal Stage adalah
tahap di mana hubungan siswa dengan gurunya telah mencapai taraf saling
percaya. Masing-masing tidak lagi merasa adanya hambatan psikologis, dan rasa
saling percaya ini terdapat pula di antara sesama siswa lainnya. Pada tahap
keempat ini, siswa tidak lagi banyak diam pada waktu diadakan pertemuan
pembelajaran seperti pada tahap pertama, tetapi lebih aktif dalam
percakapan-percakapan yang hidup.
Independent Stage
adalah tahap di mana siswa telah menguasai semua materi pembelajaran. Pada
tahap ini siswa memperluas bahasanya Inggrisnya dan mempelajari pula
aspek-aspek sosial dan budaya dari para penutur asli.
D. Teknik Pelaksanaan CLL
Karena dalam CLL hubungan
antara siswa dengan guru adalah hubungan terapeutik antara seorang klien dengan
konselornya maka bentuk kelas dan proses pembelajarannya pun berbeda dengan
kelas dan cara yang konvensional. Dalam CLL yang dianjurkan adalah tiap kelas
terdiri dari enam sampai dua belas klien, dan tiap klien mempunyai seorang
konselor. Pengaturan meja dan kursi dibuat sedemikian rupa sehingga
terbentuklah semacam lingkaran. Konselor berada di belakang klien. Pengaturan
lain bisa pula dilakukan dengan, misalnya konselor berada di ruang lain dan
dihubungkan dengan tiap klien melalui media elektronik.
Dalam CLL tidak dipakai suatu
teks apapun. Para klien datang untuk memulai kelasnya dengan duduk melingkari
meja dan mereka bebas untuk memilih topik apa saja yang akan mereka bicarakan
hari itu.
Pada akhir pembelajaran,
rekaman pembicaraan diperdengarkan untuk direnungkan dan dihayati. Pada saat
ini pula diadakan konseling oleh para konselor.
Pada kelas berikutnya klien
menentukan lagi topik yang akan mereka bicarakan, dan demikian seterusnya.
Dalam CLL dipergunakan alat peraga, tetapi alat ini bukan hanya sekedar untuk
melatih drill dan latihan-latihan
lainnya melainkan untuk mempertinggi rasa percaya pada diri sendiri.
Dengan kata lain communicative language learning merupakan penggabungan
dari belajar inovatif dengan belajar konvensional yakni:
1. Terjemahan. Siswa membisikan pesan yang ia akan
ucapkan, guru menerjemahkan ke dalam bahasa target dan pelajar mengulangi
terjemahan guru.
2. Kelompok Kerja. Siswa dapat terlibat dalam
tugas-tugas kelompok seperti diskusi kelompok dengan satu topik, menyiapkan
percakapan, menyiapkan ringkasan topik untuk presentasi ke kelompok lain,
menyiapkan sebuah cerita yang akan disajikan kepada guru dan seluruh siswa.
3. Merekam. Siswa merekam percakapan dalam bahasa
target.
4. Transkripsi. Siswa menuliskan ucapan-ucapan dan
percakapan mereka lalu direkam untuk dipraktekkan dan menganalisis
bentuk-bentuk linguistic.
5. Analisis. Siswa menganalisis dan mempelajari
transkripsi kalimat bahasa target untuk difokuskan pada penggunaan leksikal
tertentu atau pada penerapan aturan tata bahasa tertentu.
6. Refleksi dan Observasi. Siswa mencerminkan dan
melaporkan pengalaman di kelas mereka atau dalam kelompok. Hal ini terjadi
sebagai ungkapan perasaan satu sama lain dan kepedulian terhadap sesuatu untuk
dikatakan dan lain sebagainya.
7. Mendengarkan.
Siswa mendengarkan monolog oleh guru yang melibatkan unsur-unsur dari mereka
dalam interaksi di kelas.
8. Percakapan bebas. Siswa terlibat percakapan bebas
dengan guru atau siswa lain. Hal ini mungkin termasuk dalam diskusi tentang apa
yang mereka pelajari serta perasaan mereka tentang apa yang telah dipelajari.
E. Contoh Pelaksanaan pembelajaran
1. Satu kelas terdiri dari 6 – 12 siswa yang duduk
dengan membentuk lingkaran.
2. Guru memberi salam, mengenalkan diri dan
mempersilakan siswa saling berkenalan.
3. Guru memberi tahu siswa tentang apa yang akan
dilakukan, menjelaskan prosedur dan menentukan batasan waktu.
4. Guru berdiri di luar lingkaran dari siswa berada.
5. Tape recorder disiapkan untuk merekam ucapan
siswa (yang direkam hanya ucapan bahasa target yang sedang dipelajari yang
nantinya akan ditranskripsikan).
6. Siswa melakukan percakapan. Seorang siswa
mengucapkan dengan keras pesan menggunakan bahasa pertama. Guru berdiri
dibelakang siswa tersebut.
7. Guru memberikan pesan dalam bahasa target.
8. Siswa mengulangi pesan dengan suara yang keras
untuk teman-teman dengan menggunakan bahasa kedua.
9. Proses ini dilakukan berulang-ulang serta
direkam. Dalam proses ini, guru juga memberi tahu sisa waktu untuk percakapan.
10. Setelah selesai siswa diajak membicarakan
tentang perasaan mereka selama percakapan, guru memahami dan menerima semua
yang diungkapkan siswa.
11. Ucapan-ucapan ini dimainkan lagi, diterjemahkan
kedalam bahasa pertama.
12. Siswa disuruh membuat setengah lingkaran
menghadap papan tulis dan ucapan-ucapan yang telah direkam tadi di
transkripsikan.
13. Pada kegiatan Human ComputerTM, siswa memilih
frase mana yang ingin mereka latih pengucapannya. Guru mengikuti apa yang
diinginkan siswa, mengulangi frase sampai siswa merasa puas dan berhenti.
14. Pada pertemuan yang lain, siswa juga bisa
bekerjasama dalam kelompok kecil (tiga orang).
15. Jika ada kesalahan, guru memberikan koreksi
dengan cara mengulangi dengan benar kalimat yang telah dibuat siswa.
F. Simpulan
Community Language Learning (Komunitas belajar bahasa) merupakan metode
yang paling responsive dari segi sensitivitas untuk pelajar. Tujuan komunitas
ini terhambat oleh jumlah dan pengetahuan sesama peserta didik. Guru harus
sensitif terhadap bahasa pertama dan bahasa kedua. Guru harus siap menerima
bahkan mendorong para siswa untuk bersifat agresi karena ia berusaha untuk
bebas. Guru mengajar tanpa bahan konvensional tergantung pada topik siswa untuk
memotivasi kelas. Sekelompok peserta didik duduk membentuk lingkaran dengan
guru berdiri di luar lingkaran; siswa berbisik dalam bahasa asli sedangkan
silabus yang menjadikan tujuan menjadi jelas dan evaluasi sulit dicapai. Hal
ini fokus pada kelancaran bukan pada ketepatan yang menyebabkan kontrol tidak memadai
dari bahasa sasaran Manfaat positif dari metode ini yakni berpusat pada peserta
didik dan menekankan sisi humanistik belajar bahasa dan bukan hanya dimensi
bahasanya.
Daftar Rujukan
Christian M.P. Karmadevi dkk. 1996. Pandangan Behaviorisme terhadap
Pemerolehan Bahasa Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Community Language Learning. http://www.articledeck.com/Community-Language-Learning.html. Diunduh 20-09-2011.
Irawan, Prasetya. 2005. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta:
Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas
Instruksional Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Departemen Pendidikan
Nasional.
Juanda, Ahmad. 2007. You Can’t Learn Without Goofing. An Error
Analysis of Children’s Second Language Error. Paper Mata Kuliah Error
Analysis: PPs UNM.
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional. Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi & Senduk, Agus Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sumardi, Muljanto. 1992. Berbagai
Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
0 comments:
Post a Comment