I. PENDAHULUAN
A.
Gambaran Umum
Pemberlakuan peraturan dan
perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan
menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan.
Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan
termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Tiga
hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Diversifikasi
Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi
pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan
peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2. Penetapan
Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau
secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada
setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan
jaminan mutu.
3. Pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah
Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian
dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor
22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
1. Standar
Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh
peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
2. Kompetensi
Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih
sempit dibanding dengan SK peserta didik.
B.
Pendidikan
Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu
jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan,
ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan
kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin
pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan
ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang
pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang
baik.
Untuk itu peserta didik
harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
SKL
merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi,
seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan
peserta didik.
SKL
adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi
lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki patok mutu, baik evaluasi
bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk pembelajaran, maupun
evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi program pendidikan, sehingga
ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL
mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK
dan KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan
SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan
dan perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata
pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu
pada prinsip-prinsip:
1.
Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur,
dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur,
dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan
karakter dan martabat bangsa.
2.
Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan
Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika,
estetika, dan kinestetika.
3.
Penguatan Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional
dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik
sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap
perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan
sumbangan terhadap peradaban dunia.
4.
Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan
belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi
situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
5.
Pengembangan Kecakapan Hidup.
Kurikulum mengembangkan
kecakapan hidup melalui budaya membaca,
menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif,
kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
6. Pilar Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati;
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar
untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
7. Menyeluruh dan Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan
yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang
disajikan secara berkesinambungan mulai dari
usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
8. Belajar
Sepanjang Hayat.
Pendidikan
diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut
sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran
dijabarkan dari SKL lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus
dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan
pengetahuan dan kemampuan atau kompetensi lulusan yang
merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena
persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM). Oleh
karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan
global.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh
kemampuan sekolah dalam mengelola proses
pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di
kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan
dan diharapkan mampu menyiapkan silabus,
memilih strategi pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi
dan potensi peserta didik dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka perlu dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus
berbasis kompetensi. Pedoman pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu
pedoman umum dan pedoman khusus untuk setiap mata pelajaran.
Pedoman umum pengembangan silabus memberi
penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan SK dan KD menjadi
indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian, alokasi waktu, sumber belajar. Sedangkan pedoman khusus menjelaskan
mekanisme pengembangan sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah pengembangan
silabus.
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis
kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian. Oleh karena itu,
pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi karena merupakan
konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa: KTSP
yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar
tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui
program remidial dan pengayaan.
Pengembangan kurikulum
berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan
pembelajaran, dan aktivitas untuk mengembangkan dan memiliki kompetensi
seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki
pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi
tertentu.
D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program
pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh
peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar
dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis
kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta
didik. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembelajaran
berbasis kompetensi meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi
penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang
digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai
kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan
dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip
"relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan materi yang
dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta lingkungan belajar yang
digunakan" (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain dengan
melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian
oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, dan telaah
buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman, 1982: 16;
Bratton, 1991: 263).
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan
dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta
didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian
kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari
materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan
kompetensi.
Pencapaian
setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran
berbasis kompetensi adalah:
a.
pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.
b.
spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.
c.
pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan
kompetensi dan sistem penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip
pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
a.
menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus benar-benar relevan dengan
kompetensi yang ingin dicapai.
b. mengupayakan konsistensi
kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang
telah ditentukan secara tertulis, siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran
tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang
telah ditentukan.
c. meningkatkan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
d. membantu mempermudah
pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan
menggunakan tolokukur SK.
e.
memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis
kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar
pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil
belajar peserta didik yang lain.
f. memperjelas
komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan belajarnya.
g. meningkatkan akuntabilitas
publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat
digunakan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada
publik.
h. memperbaiki sistem
sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci,
sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan
aspek kompetensi yang dicapai.
E.
Standar Kompetensi
1.
Standar Kompetensi Lulusan SMA
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan
(SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni:
Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Acuan untuk merumuskan kompetensi lulusan dapat
berupa landasan yuridis yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi
lulusan SMA dapat dijabarkan dari perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Selain berdasarkan peraturan
perundang-undangan, kompetensi lulusan SMA juga dapat dirumuskan berdasarkan
persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace/stakeholder). Sebagai contoh
di Australia, dalam mengatasi masalah relevansi pendidikan, selalu diusahakan
adanya jalinan kerja sama antara sekolah dengan dunia industri.
Usaha dimaksud dengan melalui
pengintegrasian SK yang ditentukan oleh industri ke dalam kurikulum sekolah.
"Dunia industri menentukan standar kompetensi lulusan berupa pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai seseorang agar memiliki kompetensi untuk
memasuki dunia kerja" (Adams, 1995: 3). Secara garis besar, kompetensi
dimaksud merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan, dan penerapan
pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam melaksanakan tugas di lapangan
kerja. Secara rinci, kompetensi dimaksud meliputi: (a) keterampilan
melaksanakan tugas pokok; (b) keterampilan mengelola; (c) keterampilan
melaksanakan pengelolaan dalam keadaan mendesak; (d) keterampilan berinteraksi
dengan lingkungan kerja dan bekerja sama dengan orang lain; dan (e) keterampilan
menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.
Perumusan aspek-aspek kompetensi secara rinci
dapat dilakukan dengan menganalisis
kompetensi. Bloom et al. (1956: 17) menganalisis kompetensi menjadi tiga
aspek, dengan tingkatan yang berbeda-beda setiap aspeknya, yaitu kompetensi:
a.
kognitif, meliputi tingkatan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan penilaian.
b.
afektif, meliputi pemberian respons, penilaian, apresiasi, dan
internalisasi.
c.
psikomotorik, meliputi keterampilan gerak awal,
semi rutin dan rutin.
Berbeda dengan Bloom, Hall
& Jones (1976: 48) membagi kompetensi menjadi 5 macam, yaitu kompetensi:
a.
kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.
b.
afektif yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi.
c.
penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau
psikomotorik.
d.
produk atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan
terhadap pihak lain.
e.
eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai
nilai kegunaan di masa depan, sebagai hasil samping yang positif.
Sehubungan dengan kompetensi
yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional, ada dua butir kompetensi yang
perlu mendapatkan perhatian yaitu pertama kecakapan hidup (life skill) dan
kedua keterampilan sikap.
Kecakapan hidup (life
skill) merupakan kecakapan untuk menciptakan atau menemukan pemecahan
masalah-masalah baru (inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau
prosedur yang telah dipelajari. Penemuan pemecahan masalah baru itu dapat
berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk mempertahankan, meningkatkan,
atau memperbarui hidup dan kehidupan peserta didik.
Kecakapan hidup tersebut
diharapkan dapat dicapai melalui berbagai pengalaman belajar peserta didik.
Dari berbagai pengalaman mempelajari berbagai materi pembelajaran, diharapkan peserta
didik memperoleh hasil samping yang positif berupa upaya memanfaatkan pengetahuan,
konsep, prinsip dan prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam bentuk
kecakapan hidup. Di samping itu, hendaknya kecakapan hidup tersebut diupayakan
pencapaiannya dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman belajar yang
relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, seorang peserta
didik tinggal di sebuah kampung pedalaman di tepi sungai. Di sekolah dia telah
mempelajari dinamo pembangkit tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang
antara lain dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Peserta didik
tersebut kemudian memanfaatkan air sungai untuk menggerakkan baling-baling yang
dihubungkan dengan dinamo yang digantungkan di permukaan air di tengah sungai,
sehingga diperoleh aliran listrik yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh
lain, peserta didik yang telah mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat
air yang tidak menghantarkan udara, lalu menciptakan "leher angsa"
dari bahan tanah liat untuk penahan bau dalam pembuatan WC, dapat membuat alat
untuk menyiram tanaman hias yang digantung.
Selain kecakapan yang
bersifat teknis (vokasional),
kecakapan hidup mencakup juga kecakapan sosial (social skills), misalnya kecakapan mengadakan negosiasi, kecakapan
memilih dan mengambil posisi diri, kecakapan mengelola konflik, kecakapan
mengadakan hubungan antar pribadi, kecakapan memecahkan masalah, kecakapan
mengambil keputusan secara sistematis, kecakapan bekerja dalam sebuah tim,
kecakapan berorganisasi, dan lain sebagainya.
Keterampilan sikap (afektif) mencakup dua hal. Pertama,
sikap yang berkenaan dengan nilai, moral, tata susila, baik, buruk, demokratis,
terbuka, dermawan, jujur, teliti, dan lain sebagainya. Kedua, sikap terhadap
materi dan kegiatan pembelajaran, seperti menyukai, menyenangi, memandang
positif, menaruh minat, dan lain sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan,
mengajarkan, dan mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif
tersebut tidak dimasukkan dalam program pembelajaran. Sama halnya dengan
kecakapan hidup, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaiannya melalui
pengintegrasian dengan topik-topik dan pengalaman belajar yang relevan.
Sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional, kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh lulusan atau
tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA.) dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Berkenaan dengan aspek afektif, peserta didik memiliki keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang
tercermin dalam perilaku sehari-hari; memiliki nilai-nilai etika dan estetika,
serta mampu mengamalkan dan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari;
memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik dalam lingkup
nasional maupun global.
b.
Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan
akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
c.
Berkenaan dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi,
kecakapan hidup, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial,
budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global; memiliki
kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan
sehari-hari.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka kompetensi
dapat dikelompokkan menjadi kompetensi yang berkenaan dengan bidang moral
keagamaan, kemanusiaan (humaniora),
komunikasi, estetika, dan IPTEK.
Hal ini tercantum dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Pasal 1:
(1)
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2)
Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar
kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar
Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi
lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri
ini.
SKL Satuan Pendidikan untuk SMA sebagaimana yang
tercantum pada lampiran Permendiknas nomor 23 tahun 2006, adalah:
a.
Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan
perkembangan remaja;
b.
Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta
memperbaiki kekurangannya;
c.
Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku,
perbuatan, dan pekerjaannya;
d. Berpartisipasi dalam
penegakan aturan-aturan sosial;
e. Menghargai keberagaman
agama, bangsa, suku, ras, dan golongan
sosial ekonomi dalam lingkup global;
f.
Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis,
kritis, kreatif, dan inovatif;
g.
Menunjukkan kemampuan berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan putusan;
h. Menunjukkan kemampuan
mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;
i.
Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang
terbaik;
j.
Menunjukkan kemampuan
menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;
k.
Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial;
l.
Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;
m. Berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah
NKRI;
n. Mengekspresikan diri
melalui kegiatan seni dan budaya;
o. Mengapresiasi karya seni
dan budaya;
p. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;
q. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta
kebersihan lingkungan;
r.
Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun;
s.
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat;
t.
Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;
u.
Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan
estetis;
v.
Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam
bahasa Indonesia dan Inggris;
w. Menguasai pengetahuan
yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
Berdasarkan profil
kompetensi lulusan tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah SK dan Kompetensi mata pelajaran yang
relevan yang diperlukan untuk mencapai kebulatan kompetensi tersebut.
2.
Standar Kompetensi Mata Pelajaran
a.
Pengertian Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Untuk memantau perkembangan
mutu pendidikan diperlukan SK. SK dapat didefinisikan sebagai "pernyataan
tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik
serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran" (Center for Civics Education,
1997:2).
Menurut definisi tersebut, SK
mencakup dua hal, yaitu standar isi (content
standards), dan standar penampilan (performance
standards).
SK yang menyangkut isi berupa
pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu seperti
Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris.
SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk
menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap SI.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan
bahwa SK memiliki dua penafsiran, yaitu: (a) pernyataan tujuan yang menjelaskan
apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan
sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran dan (b) spesifikasi skor atau
peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau
memiliki keahlian.
SK merupakan kerangka yang
menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. SK juga
merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus
dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen
pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pada bukti-bukti untuk menunjukkan
bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan
keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan
sebagai kemampuan seseorang dalam:
§ melakukan suatu tugas atau
pekerjaan.
§ mengorganisasikan agar
pekerjaan dapat dilaksanakan.
§ melakukan respon dan reaksi
yang tepat bila ada penyimpangan dari rancangan semula.
§ melaksanakan tugas dan
pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat
pendidikan merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom,
mandiri, dan responsif terhadap keputusan kebijakan daerah dan nasional.
Kegiatan ini diharapkan mendorong munculnya standar pada tingkat lokal dan
nasional. Penentuan standar hendaknya dilakukan dengan cermat
dan hati-hati. Sebab, jika setiap sekolah atau setiap kelompok sekolah
mengembangkan standar sendiri tanpa memperhatikan standar nasional maka
pemerintah pusat akan kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah.
Akibatnya kualitas sekolah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan
kualitas antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Lebih jauh lagi
kualitas sekolah antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain tidak dapat
dibandingkan. Pada gilirannya, kualitas sekolah secara nasional tidak dapat
dibandingkan dengan kualitas sekolah dari negara lain.
Pengembangan SK perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan melibatkan semua kelompok
yang akan dikenai standar tersebut. Melibatkan semua kelompok sangatlah penting
agar kesepakatan yang telah dicapai dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab
oleh pihak sekolah masing-masing. Di samping itu, kajian SK di negara-negara
lain perlu juga dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan kita tidak jauh
ketinggalan dengan lulusan negara lain. SK yang telah ditetapkan berlaku secara
nasional, namun cara mencapai standar tersebut diserahkan pada kreasi
masing-masing wilayah.
b. Penentuan Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Perlu diingat kembali, bahwa kompetensi merupakan
kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan,
ditunjukkan, atau ditampilkan oleh peserta didik sebagai hasil belajar. Sesuai
dengan pengertian tersebut, maka SK, adalah standar kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa hasil mempelajari mata pelajaran
tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu
telah dicapai.
Langkah-langkah menganalisis
dan mengurutkan SK adalah:
§ menganalisis SK menjadi
beberapa KD;
§ mengurutkan KD sesuai dengan
keterkaitan baik secara prosedur maupun hierarkis.
Dick & Carey (1978: 25)
membedakan dua pendekatan pokok dalam analisis dan urutan SK di samping
pendekatan yang ketiga yakni gabungan antara kedua pendekatan pokok tersebut.
Dua pendekatan dimaksud adalah pertama pendekatan prosedural, dan kedua
pendekatan hierarkis (berjenjang). Sedangkan gabungan antara kedua pendekatan
tersebut dinamakan pendekatan kombinasi.
§ Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural (procedural approach) dipakai bila SK
yang harus dikuasai berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam
mengerjakan suatu tugas pembelajaran.
Diagram umum pendekatan
prosedural adalah sebagai berikut :
Diagram 1. Pendekatan
Prosedural
Contoh dalam pelajaran Ilmu
Sosial Terpadu (IST) ada beberapa SK yang diharapkan dapat dipelajari secara
berurutan. Guru diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan.
Misalnya kompetensi; (1) Mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST, (2)
Mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, dan (3)
Mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat. Dari ketiga kompetensi
tersebut, maka kompetensi untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun
IST harus paling dahulu dipelajari, setelah itu baru mempelajari dua kompetensi
berikutnya. Di antara kedua kompetensi berikutnya maka penguasaan terhadap
kompetensi mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan
lingkungannya lebih didahulukan agar peserta didik dengan mudah mendeskripsikan
perubahan sosial budaya masyarakat, mengingat perubahan yang terjadi justru
sebagai salah satu akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungannya. Bila disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada Diagram 2
berikut.
Diagram 2. Pendekatan
Prosedural
Beberapa hal yang perlu
dicatat dari contoh tersebut:
- peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
-
Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
-
Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk
langkah berikutnya.
§
Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis
menunjukkan hubungan yang bersifat subordinatif antara beberapa SK yang ingin
dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. SK yang
mendahului merupakan prasyarat bagi SK berikutnya.
Untuk mengidentifikasi
beberapa SK yang harus dipelajari lebih dulu agar peserta didik dapat mencapai SK
yang lebih tinggi dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan "Apakah
yang harus sudah dikuasai oleh peserta didik, agar dengan pengajaran yang
seminimal mungkin dapat diketahui SK yang diperlukan sebelum peserta didik
dapat menguasai SK berikutnya?"
Untuk memperjelas, berikut
disajikan diagram analisis SK menurut pendekatan hierarkis dalam mata pelajaran
matematika.
Diagram 3. Pendekatan
Hierarkis
II. PENGEMBANGAN SILABUS
A. Pengertian Silabus
Istilah silabus dapat
didefinisikan sebagai "Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok
isi atau materi pelajaran" (Salim, 1987: 98). Istilah silabus digunakan
untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih
lanjut dari SK dan KD yang ingin
dicapai, dan materi pokok serta
uraian materi yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai SK dan KD. Seperti diketahui, dalam
pengembangan kurikulum dan pembelajaran, terlebih dahulu perlu ditentukan SK
yang berisikan kebulatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang ingin
dicapai, materi yang harus dipelajari, pengalaman belajar yang harus dilakukan,
dan sistem evaluasi untuk mengetahui pencapaian SK. Dengan kata lain,
pengembangan kurikulum dan pembelajaran menjawab pertanyaan (1) Apa yang akan
diajarkan (SK, KD, dan Materi Pembelajaran);
(2) Bagaimana cara melaksanakan kegiatan pembelajaran, metode, media);
(3) Bagaimana dapat diketahui bahwa SK dan KD telah tercapai (indikator dan penilaian).
Silabus adalah rencana
pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup
SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Silabus bermanfaat sebagai
pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan
rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan
sistem penilaian. Silabus merupakan sumber pokok dalam penyusunan rencana
pembelajaran, baik rencana pembelajaran untuk satu SK maupun satu KD. Silabus
juga bermanfaat sebagai pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan
pembelajaran, misalnya kegiatan belajar secara klasikal, kelompok kecil, atau
pembelajaran secara individual. Demikian pula, silabus sangat bermanfaat untuk
mengembangkan sistem penilaian. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi
sistem penilaian selalu mengacu pada SK, KD, dan indikator yang terdapat di
dalam silabus.
B. Prinsip Pengembangan
Silabus
Untuk
memperoleh silabus yang baik, dalam penyusunan silabus perlu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut:
1.
Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi
muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan. Di samping itu, strategi pembelajaran yang dirancang dalam silabus
perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori belajar.
2.
Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan
penyajian materi dalam silabus harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Prinsip ini mendasari pengembangan silabus,
baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu,
strategi penilaian maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat
pembelajaran. Kesesuaian antara isi dan pendekatan pembelajaran yang tercermin
dalam materi pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pada silabus dengan tingkat
perkembangan peserta didik akan mempengaruhi kebermaknaan pembelajaran.
3.
Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan
secara fungsional dalam mencapai kompetensi. SK dan KD merupakan acuan utama
dalam pengembangan silabus. Dari kedua komponen ini, ditentukan indikator
pencapaian, dipilih materi pembelajaran yang diperlukan, strategi pembelajaran
yang sesuai, kebutuhan waktu dan media,
serta teknik dan instrumen penilaian yang tepat untuk mengetahui
pencapaian kompetensi tersebut.
4.
Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas)
antara KD, indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber
belajar, serta teknik dan instrumen penilaian. Dengan prinsip
konsistensi ini, pemilihan materi
pembelajaran, penetapan strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran,
penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta penetapan teknik dan penyusunan
instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian KD dalam rangka
pencapaian SK.
5.
Memadai
Cakupan indikator, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang
pencapaian KD. Dengan prinsip ini, maka
tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pembelajaran
dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika SK dan KD
menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka indikator pencapaian
kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta
instrumen penilaian harus secara memadai mendukung kemampuan untuk
menganalisis.
6.
Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pembelajaran, pengalaman
belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
Banyak fenomena dalam kehidupan
sehari-hari yang berkaitan dengan materi dan dapat mendukung kemudahan dalam
menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber
belajar berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu
dioptimalkan, tidak hanya untuk pencapaian kompetensi, melainkan juga untuk
menanamkan kebiasaan mencari informasi yang lebih luas kepada peserta didik.
7.
Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan kebutuhan masyarakat.
Fleksibilitas silabus ini memungkinkan pengembangan dan penyesuaian
silabus dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
8.
Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor. Prinsip ini hendaknya
dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, maupun penilaiannya. Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu
dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki keleluasaan untuk
mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga
dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya serta dapat secara
optimal melatih kecakapan hidup (life skill).
C. Unit Waktu Silabus
1. Silabus mata pelajaran
disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk setiap mata
pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
2. Penyusunan silabus suatu
mata pelajaran memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per
tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
3. Implementasi pembelajaran
per semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan SK dan KD untuk mata
pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum.
D. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dilakukan oleh kelompok guru mata pelajaran
sejenis pada satu sekolah atau beberapa sekolah pada kelompok Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP).
1.
Disusun secara mandiri oleh kelompok guru mata pelajaran sejenis pada
setiap sekolah apabila guru-guru di sekolah yang bersangkutan mampu mengenali
karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/ madrasah dan lingkungannya.
2.
Sekolah/madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri,
sebaiknya bergabung dengan sekolah/madrasah lain melalui forum MGMP untuk
bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh
sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP setempat. Dapat pula
mengadaptasi atau mengadopsi contoh model yang dikeluarkan oleh BSNP.
E. Komponen Silabus
Silabus merupakan salah satu
bentuk penjabaran kurikulum. Produk pengembangan kurikulum ini memuat
pokok-pokok pikiran yang memberikan
rambu-rambu dalam menjawab tiga pertanyaan mendasar dalam pembelajaran,
yakni (1) kompetensi apa yang hendak dikuasai peserta didik, (2) bagaimana
memfasilitasi peserta didik untuk menguasai kompetensi itu, dan (3) bagaimana
mengetahui tingkat pencapaian kompetensi oleh peserta didik. Dari sini jelas
bahwa silabus memuat pokok-pokok kompetensi dan materi, pokok-pokok strategi
pembelajaran dan pokok-pokok penilaian.
Pertanyaan mengenai kompetensi yang hendaknya dikuasai peserta
didik dapat terjawab dengan menampilkan secara sistematis, mulai dari SK, KD
dan indikator pencapaian kompetensi serta hasil identifikasi materi
pembelajaran yang digunakan. Pertanyaan
mengenai bagaimana memfasilitasi peserta didik agar mencapai kompetensi,
dijabarkan dengan mengungkapkan strategi, pendekatan dan metode yang akan
dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran.
Pertanyaan mengenai bagaimana mengetahui ketercaiapan kompetensi dapat
dijawab dengan menjabarkan teknik dan instrumen penilaian. Di samping itu, perlu pila diidentifikasi
ketersediaan sumber belajar sebagai pendukung pencapaian kompetensi.
Berikut disajikan ikhtisar
tentang komponen pokok dari silabus yang lazim digunakan:
1.
Komponen yang berkaitan dengan kompetensi yang hendak dikuasai, meliputi :
a.
SK
b.
KD
c.
Indikator
d.
Materi Pembelajaran
2.
Komponen yang berkaitan dengan cara menguasai kompetensi, memuat pokok
pokok kegiatan dalam pembelajaran.
3.
Komponen yang berkaitan dengan cara mengetahui pencapaian kompetensi,
mencakup
a.
Teknik Penilaian :
§ Jenis Penilaian
§ Bentuk Penilaian
b.
Instumen Penilaian
4. Komponen Pendukung, terdiri dari :
a.
Alokasi waktu
b.
Sumber belajar.
III. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN
SILABUS
A.
Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji SK dan KD mata pelajaran sebagaimana
tercantum pada SI, dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
1.
urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di SI dalam tingkat;
2.
keterkaitan antara SK dan KD dalam mata pelajaran;
3.
keterkaitan antar KD pada mata pelajaran;
4. keterkaitan
antara SK dan KD antar mata pelajaran.
B.
Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang
menunjang pencapaian KD dengan mempertimbangkan:
1.
potensi peserta didik;
2.
karakteristik mata pelajaran;
3.
relevansi dengan karakteristik daerah;
4.
tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional,
sosial dan spritual peserta didik;
5.
kebermanfaatan bagi peserta didik;
6.
struktur keilmuan;
7.
aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
8.
relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
9.
alokasi waktu.
C.
Melakukan Pemetaan Kompetensi
2.
Mengelompokkan SK, KD dan materi pembelajaran
3.
Menyusun SK, KD sesuai dengan keterkaitan
D.
Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya dalam rangka pencapaian KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat
terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang
perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah:
1.
Disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik (guru), agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
2.
Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik secara berurutan untuk
mencapai KD.
3.
Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep
materi pembelajaran.
4.
Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar peserta didik, yaitu
kegiatan peserta didik dan materi.
E.
Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik
peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan
dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator
digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
Kata Kerja Operasional (KKO) indikator dimulai
dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh,
dan dari konkret ke abstrak (bukan sebaliknya).
Kata kerja operasional pada KD benar-benar
terwakili dan teruji akurasinya pada deskripsi yang ada di kata kerja
operasional indikator.
F.
Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian KD peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes
dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan
portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
G.
Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap KD didasarkan
pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan
mempertimbangkan jumlah KD, keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat
kepentingan KD. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus merupakan
perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh peserta didik
yang beragam.
H.
Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah
rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang
berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam,
sosial, dan budaya. Penulisan buku sumber harus
sesuai kaidah yang berlaku dalam Bahasa Indonesia.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada SK dan KD
serta materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
I.
Contoh Model Silabus
Mata
Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas : X
Semester : 1
SK : 1. Memahami hakikat bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Alokasi waktu : 8
X 45 Menit
KOMPETENSI DASAR
|
MATERI PEMBELAJARAN
|
KEGIATAN PEMBELAJARAN
|
INDIKATOR
|
PENILAIAN
|
ALOKASI
WAKTU
|
SUMBER
BELAJAR
|
1.1 Mendeskripsikan hakikat
bangsa dan unsur-unsur terbentuknya negara
|
Bangsa
dan negara
· Manusia sebagai mahkluk
individu dan mahkluk sosial
· Pengertian dan unsur terbentuknya bangsa
· Pengertian Negara dan Unsur-unsur terbentuknya negara
-
Rakyat
-
Wilayah
-
Pemerintah yang
berdaulat
-
Pengakuan dari
negara lain
|
Mengkaji berbagai literatur
tentang
kedudukan manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Mendiskusikan hasil kajian
literatur Pengertian dan unsur terbentuknya bangsa, Pengertian Negara dan
Unsur-unsur terbentuknya negara
|
· Mendeskripsikan kedudukan
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
· Menguraikan pengertian bangsa dan unsur terbentuknya
bangsa
· Menganalisis pengertian negara dan unsur terbentuknya Negara
|
Tes tertulis (Uraian,
pilihan ganda, lainnya)
|
2 x 45
|
·
Darji Darmo-diharjo, (1990), Pendidiikan
Pancasila di Perguruan Tinggi, Malang: Penerbit IKIP Malang
·
Budiyanto,(1999) Tata negara untuk SMA, Jakarta Penerbit Erlangga
|
J.
Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Untuk keperluan pelaksanaan
pembelajaran di kelas, dari sebuah silabus perlu dikembangkan dan dibuat
rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan
rancangan secara menyeluruh kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan peserta
didik. dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan, dan strategi pembelajaran serta penilaian yang akan dilakukan oleh
guru dalam proses pembekalan kompetensi peserta didik.
Guru dapat mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran
dan menentukan bahan ajar dalam berbagai bentuk (Lembar Kerja Siswa, Lembar
Tugas Siswa, Lembar Informasi, dan lain-lain), sesuai dengan strategi pembelajaran
dan penilaian yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Anna R. (1999). Industry Standards Based
Curriculum. Australian National Training Authority.
Adams, Anna R. (1995). Competency Based
Training. Directorate Vocational Education, IATVEP A Project.
Abdul
Gafur (1986). Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar
Kegiatan Belajar Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
Abdul
Gafur (1987). Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik, dan
Keterampilan Intelektual Terhadap Hasil Belajar Konsep. Jakarta: PAU - UT.
Abdul Gafur, dkk. (1986). Definisi Teknologi
Pendidikan. Jakarta:
CV Rajawali.
Abdul
Gafur (1985). Media Besar Media Kecil: Alat dan Teknologi
Pengajaran. Semarang: IKIP
Press.
Anglin Gary J. (1991). Instructional
Technology: Past, Present, and Future. Colorado:
Englewood
Cliffs.
Bloom et al. (1956). Taxonomy of educational
objectives: the classification of educational goals. New York: McKay.
Bratton, Barry. (1991). Professional
Competencies and Certifcation in the Instructional Technology Field. Colorado: Englewood
Cliffs, Inco.
Center for Civics Education (1997). National
Standard for Civics and Government. Calabasas
CA: CEC Publ.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta:
Sekjen Debdikbud.
Dick, W. & Carey L. (1978). The Systematic
Design of Instruction. Illinois:
Scott & Co. Publication.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan
Pendidikan Menengah Umum. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning,
Teaching, and Evaluating: A Competency Approach. Chicago: Nelson-Hall.
Gronlund, Norman E. (1984). Determining
Accountability for Classroom Instruction. New York: Macmillan Publishing Company.
Hall,
Gene E & Jones, H.L. (1976). Competency-Based
Education: A process for the improvement of education. New Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Hall, William C. (1995). Course Planning. Adelaide: Advisory
Center for University, the University
of Adelaide.
Hooper, R. (1975). The Curriculum. Edinburg: Oliver
&Boyd: The Open University.
Joice, B, & Weil, M. (1980). Models of
Teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.
Kemp, Jerold (1977). Instructional Design: A
Plan for Unit and Curriculum Development. New Jersey: Sage Publication.
Kaufman, Roger A. (1992). Educational Systems
Planning. New Jersey: Englewood Cliffs.
Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing
standard-based districts, schools, and classrooms. Virginia: Association for Supervision and
Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-Based
Education and Behavioral Objectives. New
Jersey: Educational Technology Publications,
Engelwood Cliffs.
Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for
Instructional Systems Development. New
York: Academic Press.
Reigeluth, Charles M. (1987) Instructional
Theories in Action: Lessons Illustrating Selected Theories and Models. New Jersey: Lawrence
Erlbaum Associates Publ.
Rosset, A. (1991). A Handbook of Job Aids. San Diego: Pfeiffer Publ.
Russell, James D. (1984). Modular Instruction:
A Guide to Design, Selection, Utilization and Evaluation of Modular Materials. Minneapolis: Burgess
Publishing Company.
Salim, Peter (1987). The Contemporary English
Indonesian Dictionary. Jakarta:
Modern English Press.
GLOSARIUM
Kecakapan hidup (lifeskill): kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses,
bahagia dan secara bermartabat, misalnya: kemampuan berfikir kompleks,
berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai
warganegara yang bertanggung jawab, kesiapan untuk terjun ke dunia kerja.
Kecukupan (adequacy): mempunyai
cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran yang memadai untuk menunjang
penguasaan KD maupun SK.
Kompetensi dasar (KD): kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang harus
dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat
dilakukan atau ditampilkan oleh peserta didik untuk standar kompensi tertentu
dari suatu mata pelajaran.
Kompetensi lulusan: kemampuan
yang dapat dilakukan atau ditampilkan lulusan suatu jenjang pendidikan yang
meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsistensi (ketaatazasan): keselarasan
hubungan antar komponen dalam silabus (kemampuan dasar, materi pembelajaran dan
pengalaman belajar).
Materi pokok/pembelajaran: bahan ajar
minimal yang harus dipelajari peserta didik untuk menguasai KD.
Pembelajaran
berbasis kompetensi: pembelajaran yang mensyaratkan dirumuskannya
secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan oleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pendekatan hierarkis: strategi
pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas penjenjangan materi
pokok/pembelajaran.
Pendekatan prosedural: strategi
pengembangan materi pembelajaran berdasarkan atas urutan penyelesaian suatu
tugas pembelajaran.
Pendekatan spiral: strategi pengembangan
materi pembelajaran berdasarkan atas lingkup lingkungan, yaitu dari lingkup
lingkungan yang paling dekat dengan peserta didik menuju ke lingkup lingkungan
yang lebih jauh.
Pendekatan tematik: strategi
pengembangan materi pembelajaran yang bertitik tolak dari sebuah tema.
Pendekatan terjala (webbed): strategi pengembangan pelajaran, dengan menggunakan topik dari beberapa
mata pelajaran yang relevan sebagai titik sentral, dan hubungan antara tema dan
sub-tema dapat digambarkan sebagai sebuah jala (webb).
Ranah afektif: aspek yang berkaitan
dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu
obyek.
Ranah kognitif:
aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir;
kemampuan memperoleh pengetahuan; kemampuan yang berkaitan dengan pemerolehan
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
Ranah psikomotor: aspek yang berkaitan
dengan kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan;
kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik.
Relevansi: keterkaitan.
Silabus: susunan teratur materi
pembelajaran mata pelajaran tertentu pada kelas/semester tertentu.
Standar Kompetensi (SK): kemampuan yang dapat
dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran; kompetensi dalam mata
pelajari tertentu yang harus dimiliki oleh peserta didik; kemampuan yang harus
dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar katakerja operasional yang digunakan dalam
perumusan SK dan KD/kompetensi minimal.
SK
|
Kompetensi Dasar |
|
Membandingkan
|
Menghitung
|
Mensaripatikan
|
Menganalisis
|
Mendeskripsikan
|
Meragakan
|
Mengklasifikasikan
|
Menguraikan
|
Menemukan
|
Mengidentifikasi
|
Mengurutkan
|
Menggunakan
|
Mengoperasikan
|
Mendemonstrasikan
|
Melaporkan
|
Mengkontruksi
|
Mensimulasikan
|
Membuat
|
Menafsirkan
|
Melafalkan
|
Mengukur
|
Menerapkan
|
Menyusun
|
Menghitung
|
Membuktikan
|
Menunjukkan
|
Membedakan
|
Mengevaluasi
|
Menggerakkan
|
Menggambar
|
Mengelola
|
Melakukan
|
Melukis
|
Keterangan:
1. Satu
kata kerja tertentu misalnya "mengidentifikasi" dapat digunakan baik
pada standar kompotensi maupun KD. Hanya saja cakupan materi pembelajaran pada standar
kompotensi lebih luas daripada materi pada KD.
2. Satu SK dapat dijabarkan menjadi 3 sampai 6 KD/kompetensi
minimal.
3. Satu KD/kompetensi minimal dapat dijabarkan
menjadi sekurang-kurangnya 3 butir indikator.
4. Pada SK dan KD belum memuat indikator.
Lampiran 2
Contoh
Format
Silabus Dan Cara Mengisinya
Nama sekolah : Diisi nama sekolah tempat peserta didik belajar
Mata Pelajaran : Diisi nama mata pelajaran
Kelas/Program : Diisi
kelas berapa SK tersebut harus dicapai melalui proses pembelajaran
Semester : Diisi semester berapa SK tersebut harus dicapai melalui proses
pembelajaran
SK : Diisi rumusan SK
No.
|
Kompetensi Dasar
|
Materi Pembelajaran
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Indikator
|
Penilaian
|
Alokasi Waktu
|
Sumber
Belajar
|
|
Memuat
KD hasil penjabaran dari SK yang telah dirumuskan dalam SI.
|
Memuat materi pembelajaran hasil penjabaran masing-masing KD yang
telah dirumuskan.
|
Memuat alternatif pengalaman
belajar peserta didik yang terpilih yang dapat dipakai untuk
mencapai penguasaan KD.
|
Memuat
Indikasi ketercapaian KD yang telah dirumuskan dalam SI.
|
Memuat
Jenis, bentuk, dan macam penilaian yang akan digunakan untuk melihat hasil
belajar.
|
Memuat alokasi waktu yang diperlukan untuk menguasai masing-masing KD
|
Memuat jenis sumber bahan/alat yang digunakan.
|
0 comments:
Post a Comment